just my thought

just want to share my days

Pak SIPEG

Beberapa hari yang lalu, seorang pembicara di kelas diklat Prajabatanku memberi sebuah renungan padaku. Sayang sekali aku lupa nama beliau.

Penampilannya  sederhana, dengan seragam salah satu BUMN paling berjasa di Indonesia. Rambutnya juga tidak terlihat ditata dengan rapi. Dengan logat Kroya-nya yang masih samar terdengar setelah puluhan tahun tinggal di Jakarta, beliau berbicara di depan kami, siswa2 diklat yang mayoritas adalah Ahli Madya alias lulusan Diploma. Di tengah penjelasannya soal Sistem Informasi Pegawai, dia menceritakan sedikit kisah hidupnya.

Anak petani ini, memulai karirnya di PLN di tahun 1985. Saat itu dengan bekal ijasah SMP dia melamar menjadi security alias satpam dengan status pegawai harian. Di tahun 96, barulah  diangkat menjadi pegawai tetap dengan peringkat gaji antara skala 1- 26, beliau di peringkat 24. Bayangkan, 11 tahun harus menunggu untuk menjadi pegawai tetap.

Di tahun 2000, karirnya meningkat dengan diangkat menjadi pegawai di bagian umum. Dan hingga sekarang, beliau sudah beberapa kali mengikuti tes untuk kenaikan peringkat dan Alhamdulillah sudah berada di level 17. Sekarang, jabatannya adalah staf  SDM Pusdiklat PLN. Beliau mahir mengoperasikan komputer dan aplikasi Sistem Informasi Pegawai yang menurut kami sedikit rumit. Hebatnya, semua itu dipelajari dengan otodidak. Tidak ada pendidikan formal yang lebih tinggi maupun kursus lain kecuali Diklat Perusahaan.

Aku membandingkannya dengan kami yang baru saja mengikuti Diklat, baru masuk saja, peringkat kami sudah di level 20. Teman Diklat lainnya yang pendidikannya lebih tinggi langsung menempati posisi 18. Kami hanya harus menunggu 1 tahun sebelum diangkat menjadi pegawai dengan mengikuti OJT. Bersyukurlah kami. Dibandingkan dengan bapak itu,kami jauh lebih beruntung.

Memang, semuanya dipengaruhi tingkat pendidikan. Tapi terkadang hidup  ini terasa begitu tidak adil. Seandainya beliau dulu punya kesempatan lebih untuk sekolah, mungkin nasibnya akan berubah lebih cepat, dan posisi yang ditempatinya sekarang mungkin akan lebih tinggi. Tapi dia hanya berujar, “rejeki, semua udah ada yang atur”. Beliau hanya berusaha untuk sabar dan fokus untuk setiap apa yang beliau kerjakan.

Dan hasilnya bisa beliau nikmati sekarang, buah kesabaran dan ketekunannya untuk belajar. Beliau bisa menghidupi keluarganya denganbaik dan cukup.  Satu kata beliau yang masih terngiang,  hidup kita nanti ditentukan pilihan kita sekarang, jadi bijaksanalah dalam mengambil sebuah pilihan. Dan  Allahlah sebaik2 pengambil keputusan, maka ingatlah Dia dalam setiap pilihan yang kita ambil.

Hari itu Pak Sipeg (karena aku lupa namanya, jadi kuambil  dari materi yang dia ajarkan, Sistem Informasi Pegawai 🙂 ) memberiku sebuah renungan, untuk selalu bersabar, belajar dan beryukur. Bisakah kita belajar darinya?

Januari 18, 2009 Posted by | daily fresh | 5 Komentar